MENGENANG SANG PAHLAWAN KELUARGA - 22 Maret 2016


KENANGAN TERAKHIR 
BAPAK TERCINTA
        
    Peringatan Hari Pahlawan Nasional yang jatuh pada 10 November 2020 ini, mengingatkanku pada sosok pahlawan kami. Bapak kami tercinta... Bapak Kitaman Siagian, Sang Pahlawan keluarga. Kerja kerasnya bermandi keringat dan darah berjuang untuk menghidupi kami anak-anaknya. 

    Bapak hanyalah seorang supir yang sederhana dan berpendidikan rendah, namun selalu giat bekerja dan berhemat demi memperjuangkan anak-anaknya. Bapak bahkan dikenal oleh teman-temannya sebagai orang yang kurang pergaulan (kuper) yang tidak pernah membahagiakan dirinya  sendiri karena seluruh hidupnya hanya untuk keluarga. Sosoknya ibarat Nabi Musa yang hanya bertugas menghantarkan bangsa Israel ke pintu negeri Kanaan yang berlimpah susu dan madu, tapi Nabi Musa sendiri tidak diizinkan masuk. Begitulah bapak, beliau hanya mengantarkan kami anak-anaknya  menuju kesuksesan, namun beliau tidak ikut menikmati kesuksesan itu, karena harus kembali ke rumah Bapa di surga. Hampir 5 tahun kepergianmu menuju keabadian... 

    Suatu siang dibulan Desember 2015, sepulang dari bekerja, aku singgah ke rumah masa kecilku. Tak lupa kubawa Crackers Oat buat bapak dan buah anggur kesukaan mama. Kedua orangtua yang sangat kusayangi itu menyambutku dengan senyum merekah. Bapak sedang makan siang sambil menonton televisi sementara mama masih sibuk mengurus dapur. Bapakku tiba-tiba bertanya, “Kira-kira berapa umur opungmu waktu dia meninggal ?” Jawabku, “Mungkin 80-an pak..” Tapi bapakku menyangkal, “Ah,… masih 70-an itu mungkin…” Kemudian aku balik bertanya, ”Kenapa bapak tanya soal itu ?” Jawabnya, “Sepertinya perasaan bapak, bentar lagi bapak mau ninggal.” Aku agak kaget mendengar perkataannya dan kemudian dengan agak takut dan marah aku menjawab, “Bapak jangan ngomong gitu, mencapai seratus tahun pun ada umur orang, panjang umurnya bapak nanti karena bapak sehat dan kuat.” Kemudian bapakku bilang bahwa dia mengatakan seperti itu karena pencernaannya sepertinya sudah mulai menolak makan yang dimakannya. Bapak sering merasa mual dan mau muntah namun selalu dipaksanya makan teratur supaya tidak sakit. Memang selama ini bapakku sangat sehat dan tidak pernah cengeng ataupun mengeluh soal makanan. Apapun yang ada selalu dinikmatinya dengan rasa syukur. Begitu juga bila sedang sakit, bapak tidak pernah membiarkan penyakit melemahkannya, dia langsung melawan penyakitnya dengan berobat, dan bekerja sebagai ganti olahraganya. Untuk menenangkan hati bapak akupun mengatakan, "Kalau semakin tua, makan dikit itu bagus supaya jangan kegemukan untuk mencegah sakit jantung. Biar saja kurus yang penting sehat." Namun sepertinya bapak memang sudah punya firasat bahwa sesaat lagi memang akan pergi meninggalkan kami. Lalu bapak bilang, “Kalau ninggal, bapak mau diantar ke pemakaman yang dijalan menuju ke Perawang, dekat Simpang Beringin arah sekolahmu itu ya.. Disana enak, masih sepi dan hutan dan gak akan digusur itu nanti gak kayak yang di Panam itu cepat padat dan digusur nanti.” Mendengar perkataan bapak, spontan saja mataku berkaca-kaca, lalu aku bilang, “Padahal rencana Ita mau urus pindah tugas darisana karena jauh, tapi kalau bapak nanti mau tinggal disana biarlah Ita disana sampai pensiun biar bisa Ita lewati bapak tiap hari.” Mendengar perkataanku, bapakku terdiam, kulihat mata bapakku berkaca-kaca. Kami berdua menangis dalam diam dan keheningan. Tiba-tiba kudengar mamak nyelutuk dari dapur, “Halahhh,… kalau sudah meninggal ya meninggallah, kemanapun kita diantar mana tahu kita lagi itu.” Sekilas kulihat mimik wajah bapak yang tidak senang mendengar perkataan mama. Bapak dan mama memang selalu saja berdebat tentang banyak hal, kami semua anak-anaknya sudah maklum akan hal itu.

     Aku tidak mengira bahwa saat itu adalah percakapan kami yang terakhir dimasa sehatnya. Karena seminggu kemudian bapakku masuk RS Awal Bross Pekanbaru. Hari-hari berikutnya adalah masa kelam bagi keluarga besar kami karena kesehatan bapak semakin merosot drastis dan kami hanya bisa melihat wajah keriputnya yang meringis kesakitan menahan derita penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Tiga bulan bapakku harus berjuang melawan penyakit gagal ginjalnya hingga harus dioperasi dan cuci ginjal secara teratur. Tubuhnya yang tinggi besar dan gagah hanya tersisa kulit pembalut tulang dengan perut yang membesar. Melekat kuat dalam ingatanku, 2 hari sebelum kepergiannya, aku mohon izin dari kerja dan pergi ke Rumah Sakit untuk menemaninya seharian di ruang ICU. Hari itu, aku sengaja membawa buku Ende nyanyian gereja untuk menyanyikan lagu-lagu rohani untuk menguatkan bapak. Perih hatiku serasa disayat, melihat slang besar masuk ke tenggorokannya dan kantong cairan yang dikeluarkan dari tubuhnya berwarna kuning. Ketika kujamah tubuhnya terasa sangat dingin. Namun saat itu, ketika aku bernyanyi, tangannya ikut bergerak dan seolah beliau ikut bernyanyi. Betapa tersiksanya hati kami melihat penderitaannya, hingga kami tak mampu lagi melewati malam tanpa rasa takut, takut sewaktu-waktu kami akan kehilangan dia. Hari demi hari,     penyakit yang menggerogoti tubuhnya semakin parah, bapak terlihat sangat menderita. Akhirnya, doa permohonan kepada Tuhan untuk kesembuhan bapak yang setiap malam kupanjatkanpun akhirnya berubah. Untuk pertama kalinya pada hari Minggu malam, dua hari sebelum kepergiannya, kami keluarga besar berkumpul di ruang tunggu ICU, berdoa memohon dengan ikhlas kepada Sang Pencipta untuk membawa bapak pergi kepangkuanNya. Mengikhlaskan kepergian bapak karena kami sangat menyayanginya dan tidak tahan melihat penderitaannya.

     Masih melekat kuat dalam ingatanku, malam itu adalah malam yang sangat panjang, bagiku dan bagi kami semua. Seolah malam yang tidak akan pernah berujung… tubuhku terasa menggigil, bukan karena dinginnya AC di ruang tunggu ICU itu tapi karena hatiku sangat sedih dan ketakutan… takut menghadapi kenyataan. Takut memikirkan bagaimana kami menjalani hari esok tanpamu bapak…😭😭😭

    Slamat beristirahat bapak... Damailah dalam keabadian Pahlawan kami... Kenangan tentangmu akan menjadi cerita indah sepanjang hidup kami. Trimakasih atas kasih sayang dan pengorbananmu untuk kami anak-anakmu. Kami percaya kini kau bahagia dan tenang dalam pelukan Bapa di Sorga. Kelak kami akan menemui mu disana.
            

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Drama Natal Sekolah Minggu Desember 2012

Acara Natal Sekolah